Kuansing,– Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di beberapa titik dalam area kebun milik PT Agrinas Palma Nusantara (APN) wilayah Kuansing I kembali menjadi sorotan publik.
Inspeksi dilakukan di wilayah Desa Banjar Benai, Dusun Kuko, Setelah ramai diperbincangkan di media sosial, pihak perusahaan turun langsung ke lokasi pada Jumat (25/7/2025) sekitar pukul 04.00 WIB, dipimpin Manajer PT APN, Sudarto. Inspeksi dilakukan di wilayah Desa Banjar Benai, Dusun Kuko.
Sebelumnya, seorang perwakilan dari pimpinan perusahaan telah bertemu dengan jurnalis Athia dan membenarkan adanya aktivitas PETI di areal kebun perusahaan.
Ia juga mengungkapkan bahwa salah satu pemilik rakit tambang ilegal tersebut diduga dimiliki oleh Picon anggota DPRD Kuansing, dan seorang warga Benai bernama Yanto
Informasi itu disampaikan pada hari yang sama, pukul 10.30 WIB.
Upaya konfirmasi dilakukan oleh awak media kepada Picon melalui pesan WhatsApp, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan meski pesan telah terbaca.
Sementara itu, konfirmasi kepada Yanto masih terus diupayakan.
PT APN adalah perusahaan yang diberi mandat oleh Kementerian BUMN untuk mengelola aset negara hasil sitaan, termasuk lahan eks PT Duta Palma yang sebelumnya disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Lahan seluas 18 ribu hektare di wilayah Kuansing I kini dikelola di bawah General Manager Brigjen TNI (Purn) Dr. Ahwan Ismadi.
Namun, kondisi lapangan saat ini sangat memprihatinkan. Sejumlah narasumber menyebutkan aktivitas PETI telah merusak lingkungan secara serius.
“Sungai di divisi 7 sudah rusak parah, aktivitas tambang itu sudah berlangsung lebih dari sebulan,” ujar seorang narasumber.
“Razia dari aparat tidak menimbulkan efek jera. para pelaku tetap beroperasi bahkan jumlahnya semakin banyak,” tambahnya.
Warga menyesalkan sikap manajemen perusahaan yang terkesan membiarkan kegiatan ilegal ini terus berlanjut.
“Aktivitas ilegal di atas aset negara yang seharusnya diawasi ketat oleh PT APN menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen penyelamatan aset negara,” ujar warga lainnya.
Sejumlah pihak menilai bahwa manajemen perusahaan harus lebih tegas agar kerusakan lingkungan dan kerugian negara tidak terus berlanjut.
Kegiatan PETI telah berlangsung di berbagai titik seperti Divisi 6, 7, dan 8. Informasi dari lapangan menyebut oknum internal PT APN diduga meminta pungutan puluhan juta rupiah dari para penambang ilegal agar dapat beroperasi bebas.
Lebih jauh, seorang warga mengungkap adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI yang bertugas menjaga keamanan di perusahaan, yang diduga turut mengatur jalannya aktivitas ilegal tersebut.
Yang mencurigakan, ketika ada informasi razia, para pekerja tambang yang tidak mendapat perlindungan langsung disuruh keluar dari lokasi, sementara mereka yang diduga dibekingi oknum justru tetap bekerja tanpa hambatan.
Sumber juga menyebut seorang berinisial Pion berperan sebagai penghubung antara oknum perusahaan dan para penambang ilegal.
Dugaan adanya upeti atau bagi hasil membuat aktivitas tambang ilegal ini semakin sulit diberantas karena diduga berlangsung secara terorganisir.
Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan tindak pidana yang melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin (IUP/IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 55 KUHP
Tentang turut serta atau membantu melakukan tindak pidana, dapat dikenakan pidana yang sama dengan pelaku utama.
Pasal 21 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (jika PETI dilakukan di kawasan hutan):
Dapat dikenakan pidana penjara dan denda atas perusakan lingkungan dan ekosistem.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pelaku perusakan lingkungan dapat dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Diperlukan perhatian serius dari aparat penegak hukum dan instansi terkait agar aktivitas ilegal ini segera dihentikan dan para pelaku, termasuk oknum yang terlibat, dapat diproses secara hukum.
Reporter : Athia