“Ketika Bawaslu Main di Dua Kaki: ASN Aktif Jadi Bendahara, Netralitas Pemilu Dipertaruhkan!” -->

Iklan Semua Halaman

“Ketika Bawaslu Main di Dua Kaki: ASN Aktif Jadi Bendahara, Netralitas Pemilu Dipertaruhkan!”

Kabar Investigasi
Senin, 27 Oktober 2025

 



Ogan Ilir, Indralaya -- Aroma pelanggaran aturan kembali menyeruak dari tubuh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ogan Ilir. Seorang oknum guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (ASN) yang bertugas di salah satu SMP Negeri di Palembang, diduga merangkap jabatan sebagai Bendahara di Bawaslu Ogan Ilir.


Padahal, negara sudah bicara tegas. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dengan jelas melarang rangkap jabatan, apalagi jika kedua jabatan itu sama-sama dibiayai dari uang negara " APBN dan APBD. Tapi seperti biasa, aturan tinggal aturan. Di atas kertas tegas, di lapangan longgar.


Hingga berita ini diturunkan, oknum guru berinisial TVW itu masih tenang menjalankan dua peran: guru ASN aktif dan bendahara Bawaslu. Dua jabatan, dua gaji, satu pelanggaran.


“Ya benar, dia sudah ASN dan juga masih aktif mengajar. Sehari-hari dia tetap menjalankan tugasnya sebagai Bendahara di Bawaslu OI,” ujar salah satu sumber internal Bawaslu OI, Senin (27/10).


Ketika dikonfirmasi, Kepala Sekretariat Bawaslu OI, Yusman Ali, justru membenarkan keberadaan Toni " nama lain dari oknum tersebut " sebagai staf yang “diperbantukan”.


“Toni memang betul salah satu staf disini, tetapi statusnya diperbantukan. Dia bukan pegawai tetap, hanya membantu karena kami kekurangan tenaga. Dan kebetulan beliau memenuhi syarat jadi bendahara,” ujarnya.


Alasan klasik: “kekurangan tenaga”. Tapi pertanyaannya, apakah kekurangan orang menjadi alasan untuk melanggar undang-undang?


"Negara ini tidak kekurangan tenaga, yang hilang adalah rasa malu dan tanggung jawab.


PPWI Ogan Ilir: ASN Harus Netral, Jangan Main di Dua Kaki! " Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Ogan Ilir, Fidiel Castro, angkat bicara keras. Menurutnya, seorang guru ASN tidak boleh rangkap jabatan di lembaga penyelenggara pemilu seperti Bawaslu karena bertentangan dengan prinsip netralitas ASN dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.


“Guru ASN wajib netral. Tidak boleh merangkap jabatan sebagai bendahara Bawaslu. Ini bukan soal posisi, tapi soal integritas dan keadilan bagi rakyat yang menggaji mereka lewat pajak,” tegas Fidiel.


Dasar Hukum dan Sanksi: Tegas di Kertas, Mandul di Lapangan. Larangan rangkap jabatan ASN bukan rahasia. Aturan ini ditegaskan dalam: UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. 


Sanksinya pun tidak main-main: Disiplin sedang: Penurunan pangkat atau jabatan selama 1–3 tahun. Disiplin berat: Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.


Namun faktanya, sanksi jarang turun. Karena yang duduk di kursi pelanggar bukan rakyat biasa, tapi mereka yang punya “akses” dan “nama lembaga” di dadanya.


Ketika Penegak Aturan Justru Melanggar Aturan " Ironi terbesar dari negeri ini adalah: yang seharusnya mengawasi justru perlu diawasi. Bawaslu yang lahir untuk menegakkan keadilan Pemilu malah membuka celah pelanggaran hukum di dalam tubuhnya sendiri.


Jika bendahara di Bawaslu saja bisa merangkap jabatan sebagai ASN aktif, maka bagaimana rakyat bisa percaya netralitas penyelenggara pemilu?


Seruan Akhir: Rakyat Jangan Diam!, " Rakyat sudah terlalu lama jadi penonton dari panggung pelanggaran hukum yang dipertontonkan pejabat publik. Kalau aturan hanya untuk menakuti rakyat kecil, sementara pejabat boleh melanggar sesuka hati, maka negeri ini sedang kehilangan arah.


Sudah saatnya masyarakat bersuara: bersihkan lembaga pengawas dari pelanggar aturan. Karena bagaimana mungkin keadilan tegak, jika pengawas pun bermain di dua kaki. (Tim Investigasi)