Sambas -- Di tengah gencarnya wacana pemerataan pendidikan nasional, kondisi SD Negeri 06 Sawah di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, yang berada di perbatasan langsung dengan Malaysia, justru memperlihatkan potret memilukan.
Bangunan sekolah yang berdiri sejak tahun 1978 itu kini nyaris roboh. Lantai berlubang, dinding retak, atap bocor, hingga meja kursi lapuk menjadi pemandangan sehari-hari bagi guru dan siswa.
Di ruang kelas dua, murid-murid harus berhati-hati agar tidak terperosok ke lubang di lantai. Beberapa bagian dinding bahkan telah berlubang besar dan hanya ditambal dengan tripleks seadanya. Saat hujan turun, air menetes dari atap dan menggenangi lantai kelas. Namun, kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meski penuh risiko.
“Kami hanya bisa memperbaiki seadanya. Komite sekolah bantu bahan, dan kami bayar tukang pakai dana BOS. Tapi itu sifatnya tambal sulam karena dananya terbatas,” tutur Johdi, Kepala SDN 06 Sawah, saat ditemui di sekolahnya, Senin (7/10/2025).
Perjuangan guru dan siswa terjadi setiap hari. Dengan meja dan kursi yang sebagian besar sudah rusak, mereka terpaksa menggunakan kursi plastik seadanya. Beberapa murid bahkan berbagi meja agar tetap bisa menulis dengan nyaman.
Pihak sekolah mengaku sudah dua kali mengajukan proposal bantuan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas. Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
“Kami sudah kirim data dan foto kerusakan. Katanya akan ada petugas yang turun meninjau, tapi sampai sekarang belum juga datang,” ujarnya.
Ironisnya, SDN 06 Sawah berdiri di kawasan strategis perbatasan Indonesia–Malaysia, di mana idealnya menjadi wajah depan negara dalam bidang pendidikan. Namun, kondisi di lapangan justru berbanding terbalik. Bangunan sekolah dibiarkan rusak parah tanpa renovasi berarti selama lebih dari satu dekade.
Renovasi terakhir dilakukan sekitar tahun 2013–2014, hanya berupa perbaikan ringan pada atap dan dek. Setelah itu, semua upaya perawatan dilakukan secara swadaya oleh guru dan komite sekolah.
“Kalau kondisi seperti ini terus dibiarkan, bisa bahaya untuk anak-anak. Dinding rapuh, lantai bolong, atap bocor. Kami khawatir suatu saat bisa roboh,” ujar Johdi lagi.
Kondisi SDN 06 Sawah mencerminkan betapa timpangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan di daerah perbatasan. Di saat pusat sibuk berbicara tentang digitalisasi sekolah dan kurikulum merdeka, di ujung negeri masih ada murid yang belajar di ruang kelas berlubang dan berdebu.
“Kalau sekolah rusak terus, bagaimana anak-anak mau semangat belajar? Kami hanya ingin sekolah kami diperbaiki agar mereka bisa belajar dengan aman,” tutup Johdi
Rep : Samsul Hidayat