Nias Selatan, Boronadu – Terkait pemberitaan Kades Siholi kecamatan Boronadu kabupaten Nias Selatan dari beberapa media beberapa Minggu yang lalu, NS, salah seorang wartawan dari media Hukumkriminal.com dan Kpktipikor.id, kini jadi sorotan setelah memuat klarifikasi bantahan dari Kades Siholi yang sebagai kakak iparnya kandung,
Dalam tindakannya tersebut diduga keras NS melanggar UU Pers dan kode etik jurnalistik, dengan menerbitkan berita tanpa verifikasi, dan patut diduga NS memanfaatkan profesinya untuk membela kepentingan pribadi keluarga/familinya.
Kasus ini bermula saat sejumlah media mengungkap informasi dari masyarakat atas dugaan penyalahgunaan Dana Desa yang dilakukan oleh Kepala Desa Siholi, Kecamatan Boronadu.
Namun, dengan mengejutkan, media "Hukumkriminal.com dan kpktipikor.id" yang diwakili oleh NS, menerbitkan berita klarifikasi pada Jumat, 5 September 2025.
Yang mencengangkan, NS tidak melakukan konfirmasi apa pun kepada media atau wartawan yang sebelumnya menurunkan berita dugaan korupsi kades siholi kecamatan Boronadu kabupaten Nias Selatan. Ia justru langsung memuat klarifikasi klarifikasi mentah dari pihak kepala desa yang diduga diketahui secara fakta adalah ipar kandungnya sendiri.
Tindakan ini bukan saja melanggar prinsip keberimbangan berita dalam menjalankan tugas jurnalistik, tetapi juga membuka dugaan bahwa profesi kewartawanan NS digunakan untuk membungkam kritik warga dan wartawan media lain demi menyelamatkan keluarganya dari sorotan hukum.
Sementara Dalam UU pers dan Kode Etik Jurnalistik, secara tegas disebutkan :
"UU Pers atau Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah hukum yang mengatur pers nasional di Indonesia, menjamin kemerdekaan pers, serta melindungi hak-hak wartawan dan masyarakat. Untuk klarifikasi terkait berita yang keliru, publik dapat menggunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi dan mengajukan pengaduan ke Dewan Pers jika tidak ada hasil dari wartawan yang menayangkan berita".
"Mekanisme Klarifikasi Berita"
Jika Anda merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan, berikut adalah langkah-langkah klarifikasi yang bisa dilakukan:
- 1. Gunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi:
Pihak yang merasa dirugikan berhak meminta kepada pers untuk menerbitkan Hak Jawab (klarifikasi hak-hak mereka) atau Hak Koreksi (perbaikan berita). "Kepada wartawan/media yang memuat berita, bukan kepada wartawan/media lain".
- 2. Ajukan Pengaduan ke Dewan Pers:
Jika hak jawab atau hak koreksi tidak direspons, Anda dapat mengajukan pengaduan ke Dewan Pers. Dewan Pers akan menerima pengaduan terkait karya jurnalistik, perilaku wartawan, dan pelanggaran lainnya.
Namun, NS justru bertindak sebaliknya: menerbitkan berita yang tidak berimbang, tanpa konfirmasi kepada wartawan sebelumnya, yang diduga sarat konflik kepentingan keluarga.
Sejumlah pihak di lingkungan media dan aktivis kebebasan pers mengecam tindakan ini dan menilai bahwa apa yang dilakukan NS mencoreng marwah profesi wartawan. Bahkan, tidak sedikit yang mendesak agar Dewan Pers maupun organisasi profesi seperti PWI atau AJI segera turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran etik ini.
Jika pemberitaan dugaan tindak pidana korupsi tersebut dikemudian hari terbukti, maka tindakan NS ini bisa dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan profesi dan pencemaran terhadap integritas dunia jurnalistik hanya demi membela kepentingan pribadi/keluarga
Dan anehnya lagi dalam berita tersebut, salah satu ketua DPC LSM yang baru lahir beberapa bulan lalu di kabupaten Nias Selatan diduga mengeluarkan statemen yang tidak berbobot, dengan mempertanyakan legalitas AMAK.
Ketika awak media ini meminta tanggapan salah seorang Aliansi Masyarakat penggiat anti Korupsi Nias Selatan "Osarao Laia" menyampaikan, "Aneh..... Buat yang mempertanyakan legalitas AMAK, kalau belum paham secara pengetahuan silahkan cari di google" dasar hukumnya dimana masyarakat bisa melaporkan indikasi korupsi tersebut, Bedakan LSM dan Aliansi. Ujarnya
Rep : Osarao Laia