LABUHANBATU UTARA – Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Dana Desa di Desa Teluk Pulai Luar, Kecamatan Kualuh Ledong, memicu reaksi keras dari pelapor, Munawir Hasibuan. Merasa laporannya dijadikan "bola ping-pong" antar instansi dan menduga adanya praktik "main mata" di tubuh Aparat Penegak Hukum (APH), Munawir kini melayangkan tantangan terbuka kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Munawir meminta Presiden Prabowo tidak sekadar retorika dalam pemberantasan korupsi. Ia mendesak Tim Audit Nasional yang dibentuk Presiden untuk menjadikan Desa Teluk Pulai Luar sebagai prioritas audit investigasi.
Munawir menegaskan bahwa instruksi tegas Presiden Prabowo untuk mengaudit dana desa di seluruh Indonesia menjadi momentum pembuktian. Ia menagih janji tersebut agar diterapkan di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), yang ia sebut sebagai sarang korupsi berjamaah.
"Kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto yang terhormat, kami tidak mau ucapan Bapak hanya 'omon-omon' saja. Saya mohon Bapak memprioritaskan Tim Audit untuk segera turun ke Labuhanbatu Utara. Kami menduga wilayah ini menjadi sarang korupsi, adapun laporan kami ke APH di wilayah hukum labuhanbatu justru kami duga hanya dijadikan 'lahan basah'," tegas Munawir dalam keterangan persnya.
Sorotan utama tertuju pada Kepala Desa (Kades) Teluk Pulai Luar, Sopian SP. Menurut Munawir, sang Kades seolah memiliki kekebalan hukum luar biasa (untouchable).
"Tolong periksa Kades Teluk Pulai Luar ini. Ini Kades paling kebal hukum. Bahkan Bupati Labuhanbatu Utara saja tidak sanggup memecatnya, meski yang bersangkutan sudah lebih dari dua tahun tidak masuk kantor," ungkapnya geram.
Kekecewaan Munawir memuncak lantaran laporannya dengan nomor polisi LP/A/17/XI/2025/SPKT.SATRESKRIM/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMATRA UTARA yang dilaporkan sejak 22 Januari 2025, hingga kini belum menetapkan tersangka.
Proses hukum dinilai sangat lambat. Munawir menyebut butuh waktu hampir satu tahun hanya untuk naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diberitahukan oleh Tipikor Polres Labuhanbatu pada 11 November 2025.
"SPDP sudah dikirim ke Kejaksaan, tersangka masih lidik. Setelah penetapan tersangka, baru kita beritahu Kejaksaan," bunyi pesan Kanit Tipikor kepada Munawir via WhatsApp.
Saat dikonfirmasi langsung ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu pada 17 Desember 2025, pihak Kejari membenarkan penerimaan SPDP tersebut namun mengaku tidak ada perkembangan lebih lanjut.
"Benar kami menerima SPDP dari Tipikor Polres pada 8 November 2025. Selebihnya, kami belum pernah menerima surat perkembangan penyidikannya sampai hari ini," ujar pihak Kejari.
Ketika dipertanyakan kembali mengenai mandeknya kasus ini selama hampir dua bulan pasca-SPDP, penyidik Polres Labuhanbatu, IPDA P. Ritonga, SH, berdalih kendala ada di Inspektorat Kabupaten.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada Inspektorat Labura untuk meminta Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), namun belum ada balasan," jelas IPDA P. Ritonga.
Alasan ini justru memicu kecurigaan baru bagi Munawir. Ia menduga Inspektorat Labuhanbatu Utara adalah bagian dari masalah, bukan solusi.
Munawir menuding Inspektorat sengaja memperlambat atau menutupi borok pengelolaan dana desa.
"Kami menduga Inspektorat Labura ini sarangnya korupsi. Terbukti dari hasil kinerja mereka, audit realisasi dana desa selalu 'mulus' bertahun-tahun, padahal kenyataan di lapangan amburadul. Ada dugaan kuat kongkalikong antara Inspektorat dengan para Kades untuk menghabiskan anggaran pusat ," pungkas Munawir.
Kini, masyarakat menanti apakah "tangan besi" Prabowo Subianto akan sampai ke Labuhanbatu Utara untuk membongkar dugaan korupsi yang terstruktur dan sistematis ini, ataukah kasus ini akan kembali menguap begitu saja.
Rep___NR HASIB

Komentar