MOKI – Sabang
Aceh,…
Ramli (71 thn) seorang
PNS di Dinas Pertanian Kota Sabang yang kini
menjalani masa Purna Bhakti (pensiun), Anak ke 3 (tiga) dari Tengku
Geurute salah seorang Pejuang Aceh ketika melawan Belanda dan Jepang (1924 s/d
1945). Dia menceriterakan masa-masa perjuangan orang tuanya Tengku Ubit yang
diberi Gelar Tengku Geurute, anak dari Tengku Ade salah seorang pejuang Aceh
melawan penjajah dan paling dicari yang menjadi Buruan oleh Kolonial Belanda.
Alkisah,
pada tahun 1924 Tengku Ubit alias Tengku Geurute yang berdomisili di Gampong
Lam Jabat, pergi berangkat menuju Meulaboh untuk mencari orang tuanya Tengku
Ade yang tengah berjuang melawan Belanda. Pada masa itu Tengku Ade merupakan
orang buruan yang paling dicari-cari oleh Belanda karena Tengku Ade selaku
pemimpin kelompok paling gencar melakukan perlawanan melawan Belanda.
Meskipun
mencarinya kemana saja, namun tidak menemui Ayahnya karena Tengku Ade melarikan
diri dari hutan ke hutan sembari melakukan perlawan perang gerilya melawan
Belanda. Meskipun demikian tanpa mengenal lelah dan berputus asa Tengku Ubit
terus mencari dimana keberadaan orang tuanya.
Tahun
1932, Tengku Ubit dari Kota Meulaboh pergi menuju Lamno untuk melakukan
peperangan melawan Belanda, dan di Kota itu dia mendirikan pasukan Mujahidin
sembari melakukan dakwah tentang Agama Islam dan melawan tentara Belanda yang
ada di Lamno. Pusat pergerakan perlawanan dengan Belanda ditempatkan di gunung
Geurute sehingga Tengku Ubit diberi
gelar “ Tengku Geurute “.
Seiring
dengan perlawanan yang dilakukan, Tengku Ubit alias Tengku Geurute di tahun
1936 menikah dengan salah seorang gadis dan mempunyai Putra pertama yang diberi
nama Hanafiah. Dan pada tahun 1938 mereka berpindah dan berdomisili di gunung
Geurute, kemudia ditahun 1939 kembali lahir anak kedua seorang puteri yang
diberi nama Asiah, tahun 1940 lahir anak ketiga Tengku Ubit alias Tengku
Geurute, seorang putra diberi nama Ramli dan kini berdomisili di Kota Sabang.
Selanjutnya
pada bulan April tahun 1941 didapat berita dari Lamno bahwa Tentara Jepang
telah masuk ke seratus pulau yaitu di ujung Sudon . Mendengar informasi tentang
kedatangan tentara Jepang dan telah ada di ujung Sudon, Tengku Ubit alias
Tengku Geurute melakukan penyusunan kembali tentara Mujahidin (Muslim) untuk
berangkat melakukan penyerangan kepada tentara Jepang yang berada di ujung
Sudon.
Selama
12 hari pasukan Muslimin melakukan penyerangan ke pada tentara Jepang di ujung
Sudon, mereka kehabisan bahan makanan dan Tengku Geurute kebingungan. Namun dia
tidak berputus asa dan melakukan pencaharian makan disekitar situ dan ditemukan
sebuah gua yang didiami oleh burung laying-layang.
Kemudian
Gua tersebut oleh Tengku Geurute di berinama Gua Temega, dan dari hasil gua
tersebut yaitu sarang burung, mereka mendapatkan makanan dan berlanjutlah
perlawanan mereka kepada Jepang. Dengan demikian tentara Jepang kembali
mendapatkan perlawanan yang sengit dari pasukan Mujahidin (Muslim) yang
dipimpin oleh panglima perang Tengku Ubit alias Tengku Geurute.
Pada
tahun1942, Tentara Jepang mendarat di Pulau Weh (Sabang) dan menguasai daaerah
ujung Aceh, selanjutnya mereka juga menyerang Ulhee Lheuee dengan mendarat di
Ujung Bathee, dari situ kemudian mereka dapat menguasai Kuta Raja (kini Banda
Aceh) dilanjut menyerang keseluruh kini Aceh Besar.
Tengku
Ubit/Geurute mendengar tentara Jepang telah menguasai Sabang dan Kuta Raja ,
melakukan penyusunan pertahan tentara Muslilin yang dipusatkan di gunung
Geurute untuk menahan tentara Jepang. Jepang berusaha meluaskan jajahannya
dengan cara menyerang melalui gunung Gueurute.
Namun
hasrat tersebut tidak dapat dilaksanakan disebabkan gigihnya perlawanan yang
dilakukan Tengku Geurute dan pasukannya, sehingga pasukan tentara Jepang tidak
berhasil menembus pertahan tersebut dan tidak dapat menyerang Kota Lamno dari
daratan.
Tanggal
08 Agustus 1945, Jepang berhasil menangkap Tengku ubit alias Tengku Geurute melalui
mata-mata yang dikirimnya. Tengku Ubit diikat di Kota Lamno kemudian dipenjara
oleh tentara Jepang. Setelah penangkapan Tengku Ubit, perlawanan di lamno bukan
semakin melemah melainkan serangan pasukan Mujahidin semakin besar dengan
bergerilya dan tentara muslimin makin marak aja.
Kemudian
pada tanggal 14 Agustus 1945 terdengar berita dan informasi bahwa, tentara
jepang akan membumi hanguskan Kota Lamno karena pusat pergerakan tentara
Muslimin adalah di Kota Lamno, sehingga Jepang menargetkan Lamno sebagai pusat
pergerakan harus segera dimusnahkan.
Tentara
Jepang merencanakan pada tanggal 18 Agustus 1945, akan membumi hanguskan Kota
Lamno sebagai pusat pergerakan perlawanan tentara Jepang. Namun Allah tidak
mengizinkan Kota lamno untuk hancur lebur, meskipun telah direncanakan dengan
baik oleh tentara Jepang. Dengan menyerahnya Jepang kepada tentara Sekutu tanpa
syarat, kemudian Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945, maka gagallah rencana busuk tentara Nipon tersebut.
Kembali
terdengar berita bahwa tentara sekutu telah menyerang Kuta raja dan Aceh
tanggal 29 Agustus 1945, Tengku Ubit alias Geurute kembali memanggil pasukan
musliminnya untuk membentuk pasukan baru agar dapat melakukan perlawanan
melawan tentara Sekutu. Dan kembali
pusat pergerakan perlawanan ditempatkan di gunung Geurute, dibentuklah markas
Besar tentara Muslimin di Gunung Geurute oleh Tengku Ubit/Geurute.
Kemudian
pada tanggal 02 Oktober 1945 terbit perintah dari Gubernur Militer Aceh, Tengku
daud Ber’eh bahwa, untuk mengatur dan membuat pertahanan militer Aceh yang
strategis di gunung Geurute. Selanjutnya seluruh daerah wilayah tersebut harus
segera dikuasai oleh tentara Muslimin Aceh.
Gubernur
Militer Tengku daud Ber’eh, pada bulan Juli tahun 1946 kembali meminta dan memerintahkan kepada
Tengku Ubit alias Tengku Geurute, untuk menyumbangkan hasil dari pertanian
Rakyat Aceh berupa pinang dan macam hasil pertanian lainnya, agar dapat
disumbangkan untuk membeli Pesawat Republik Indonesia yang pertama.
Tahun
1948, Gubernur Militer Aceh Tengku Daud Ber’eh menunjuk Tengku Ubit alias
Tengku Geurute untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Urusan Agama di
Kuta Raja. Pada tahun 195 Tengku Ubit/Geurute meninggal dunia di Gampong Lam
Jabat Ulhee Lheuee, disebabkan terserang oleh penyakit serangan jantung akut
dan akibat kelelahan yang berkepanjangan karena perang.
Demikianlah
kisah ini diceriterakan oleh Bapak Ramli, salah seorang anak dari Tengku Ubit
alias Tengku Geurute yang telah Pensiun dari PNS tahun 2001 pada Dinas
Pertanian dan Tananaman Pangan Kota Sabang. Dia mengharapkan, dengan
dikisahkannya kembali kisah perjuangan orangtuanya, maka silsilah kepemilikan
tanah yang berada di gunung Geurute dapat terungkap dan tidaklah dikuasai oleh
orang yang bukan pemiliknya, harap Ramli.
(Wapemred)
Keterangan
Foto :
Ramli
(71 thn), salah seorang anak Tengku Ubit alias Tengku Geurute yang telah
Pensiun dan kini berdomisili di Kota Sabang.