Moyo Utara – Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Universitas Samawa (UNSA) kelompok 16 telah mengecam masa pengabdiannya selama dua bulan di Desa Pungkit, Kecamatan Moyo Utara. sejak 19 Juli sampak 19 september 2025. kelompok ini berhasil menjalankan berbagai program kerja yang tidak hanya memberi manfaat jangka pendek, tetapi juga meninggalkan program jangka panjang yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Kegiatan penarikan mahasiswa KKL berlangsung meriah dengan digelarnya malam puncak lomba karaoke. Dalam sambutannya, Kepala Desa Pungkit menyampaikan apresiasi mendalam kepada mahasiswa. “Sejujurnya saya tidak mau berpisah dengan anak-anak saya. Dua bulan terasa terlalu cepat, tapi saya sangat mengapresiasi kerja KKL ini. Selain program yang dijalankan, program jangka panjang mereka memberi nilai plus di mata masyarakat,” ungkapnya.
Salah satu fokus utama kelompok KKL UNSA adalah di bidang mitigasi bencana. Mereka membuat jalur evakuasi ketika terjadi banjir maupun gempa, lengkap dengan penunjuk arah yang mudah dikenali. Tidak hanya itu, mahasiswa juga melakukan survei ke rumah-rumah yang rawan banjir, khususnya di area pinggir sungai.
Sebagai langkah edukasi, kelompok ini menggandeng Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Karang Taruna Tangguh Desa Pungkit untuk menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB). Melalui KRB, masyarakat diajak menganalisis bencana yang pernah terjadi maupun potensi bencana yang sering melanda desa, seperti banjir, abrasi pantai, dan ancaman tsunami.
Program edukasi juga menyasar siswa sekolah dasar. Dengan metode kreatif berupa lagu, mahasiswa mengajarkan jalur evakuasi agar anak-anak lebih mudah memahami prosedur penyelamatan diri saat bencana.
Selain fokus pada mitigasi bencana, mahasiswa juga bergerak di sektor pariwisata. Mereka memberi identitas resmi pada destinasi Pantai Wuluair yang berada di Dusun Limung. Fasilitas pantai diperkuat dengan penempatan tempat sampah di setiap berugak (gazebo) serta pembangunan bak sampah pemusnahan akhir, meski masih sederhana dengan sistem pembakaran.
Koordinator humas kelompok, Hendri, menjelaskan bahwa diskusi bersama Forum Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan pemuda desa menghasilkan kesepakatan untuk kembali menghidupkan Pantai Wuluair. “Keindahan pantai ini sangat sayang bila dibiarkan begitu saja. Jika dirawat dan dikelola dengan baik, Pantai Wuluair bisa menjadi destinasi wisata berkelanjutan yang mendukung perekonomian desa,” ujarnya.
Program besar lainnya adalah pelestarian lingkungan. Di Dusun Limung, kelompok KKL UNSA menanam 230 bibit mangrove yang diambil dari Pulau Kaung, Kecamatan Buer. Penanaman dilakukan di sepanjang bibir pantai pada saat air pasang, sebagai langkah awal untuk mengurangi risiko abrasi.
Ketua kelompok, Febriansa, mengaku prihatin melihat kondisi pantai yang kian terkikis oleh gelombang laut. “Saya sangat prihatin melihat bekas abrasi yang menyebabkan rumah pertemuan desa dan rumah warga dekat pantai terancam. Langkah awal kami memang sederhana, tapi penanaman mangrove ini diharapkan menjadi penghalang alami di masa depan,” jelasnya.
Selain program utama tersebut, mahasiswa KKL UNSA kelompok 16 juga memberikan nama di setiap gang desa sekaligus menambahkan penunjuk jalur evakuasi bencana. Langkah kecil ini diharapkan membantu masyarakat dalam mengenali arah evakuasi bila terjadi situasi darurat.
Seluruh program yang dijalankan tidak hanya bersifat sementara, melainkan meninggalkan warisan nyata bagi masyarakat Desa Pungkit. Pemerintah desa bersama masyarakat berharap kegiatan ini dapat terus dilanjutkan, baik dalam bidang mitigasi bencana, pengembangan pariwisata, maupun pelestarian lingkungan.
Dengan demikian, keberadaan mahasiswa KKL UNSA kelompok 16 di Desa Pungkit tidak hanya menorehkan kenangan manis selama dua bulan pengabdian, tetapi juga memberikan kontribusi berkelanjutan yang akan dirasakan manfaatnya dalam jangka panjang.
(Zul)