Sofendy Domisili Pekanbaru Diduga Kuasai 300 Ha Kawasan HPT dan Pihaknya Mencoba Menyuap Athia Wartawan Puluhan Juta Rupiah -->

Iklan Semua Halaman

Sofendy Domisili Pekanbaru Diduga Kuasai 300 Ha Kawasan HPT dan Pihaknya Mencoba Menyuap Athia Wartawan Puluhan Juta Rupiah

Kabar Investigasi
Senin, 16 Juni 2025

 



Kampar, Provinsi Riau -- Sofendy Tjuadja Domisili Pekanbaru, Diduga Kuasai kawasan HPT sekitar 300 hektar, dan Asisten kebun sawit tersebut hingga utusan mereka datang mencoba menyuap Athia wartawan dengan nilai puluhan juta rupiah setelah diterbitkan ke media online hingga viral diberbagai sosmed perihal kawasan HPT tersebut dengan luas sekitar 300 hektar : sebagian produksi, sebagian siap tanam dan pembukaan terlihat sedang berlangsung dengan menggunakan dua unit alat berat. Wilayah Desa Sungai Rambai, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, provinsi Riau.


Warga menyebut Ratusan hektar diduga dikuasai Sofendy Tjuadja yang merupakan keturunan Cina - Nias yang berdomisili di Kota Pekanbaru. 


Sedangkan Pada awalnya saat berlangsung konfirmasi pada hari Jumat 11/6/2025 melalui Chat dan Panggilan WhatsApp miliknya Sofendy Tjuadja, awak media merasa di intimidasi dengan melontarkan berbagai kata-kata yang tidak pantas. 


"Apa untungmu membongkar kasus kebun itu kenapa tidak kasus lain.?" Ujarnya Sofendy Tjuadja kepada awak media


"Sementara karyawan saya hampir rata-rata warga suku Nias, kan suku kau juga mereka bahkan marga Hia pun, masih marga kau Athia. Apa pernah kau pikirkan nasib mereka atau membantu mereka yang sedang bekerja didalam kebun ini, bagaimana nasib mereka bila kebun ini bermasalah dan jika saya dipenjara, kalau kau butuh kenapa gak ngomong baik-baik" Tambahnya


Awalnya Sofendy Tjuadja mengaku kebun sawit itu tidak illegal, ia mengaku kebun tersebut dibentuk dalam pola kebun plasma.


"Kebun itu tidak ilegal, karena berbentuk plasma, artinya bukan milik saya tapi sudah milik bentuk plasma" Terangnya


Selanjutnya ia mengaku sudah melakukan pengajuan pelepasan ke kementrian


"Itu sudah kami ajukan ke kementrian, kau baca UUCK itu dulu" Katanya membentak awak media


Padahal apa yang disampaikan Sofendy Tjuadja itu berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan narasumber awak media dan kondisi di lapangan. 


Baru-baru ini ditemukan dilapangan Sofendy dan pihaknya, masih melakukan pembukaan lahan baru dikawasan HPT yang dimaksud, dan keterangan narasumber juga menyebutkan Kebun yang dikelola Sofendy itu merupakan pola Koperasi bukan Plasma sesuai dengan plang yang dilihat di Desa Sungai Rambai. 


"Coba pertanyakan SK pelepasan nya, kalau memang sudah ada pelepasan, UUCK untuk izin pelepasan sudah berakhir pada tahun 2023 lalu, tapi mereka masih berani melakukan pembukaan lahan meskipun tidak mengantongi izin resmi dari pihak yang berwenang" Terang narasumber awak media ini disertai bukti foto dan video menggunakan Camera JPS sambil diteruskan Sherlock lokasi kawasan hutan dimaksud. ia membantah apa yang disampaikan Sofendy.


Tidak sampai disitu, sehari setelahnya salah seorang karyawan Sofendy menghubungi Athia Wartawan untuk upaya koordinasi agar tidak melanjutkan pemberitaan kebun sawit dalam kawasan HPT dimaksud milik Sofendy Tjuadja.


"Selamat sore izin koordinasi , saya minta tolong mengenai masalah legal standing kebun pak Sofendy tersebut bilamana dapat dihentikan karena menjadi hambatan dalam pekerjaan saya serta warga kita suku Nias yang sedang ingin bekerja, karena asumsi negatif bos itu tersudutkan ke saya" Kata Asamoni Giawa melalui pesan Whatsapp


Lanjutnya "Tolonglah kasih beliau kesempatan, dan beliau juga ada darah kita suku Nias, karena ayahnya keturunan cina tapi ibunya suku kita Nias, bahkan marga hia juga banyak yang bekerja dalam kebun ini" Sebutnya


Lebih lanjut Asamoni Giawa menjelaskan dirinya akan menjumpai awak media untuk mencari solusi terkait pemberitaan tersebut setelah dia menghadiri atau jumpa Sofendy Tjuadja di Pekanbaru. 

Namun setibanya di kuansing Asamoni pada hari minggu permintaan tersebut hingga Jonatan selaku Asisten kebun turun berbicara dengan Athia Wartawan pada hari Minggu (15/6/2025) dengan di saksikan oleh beberapa rekan di Kuansing saat pembicaraan atau rencana mencoba menyuap Athia wartawan dimaksud , namun tidak dapat dikabulkan oleh Athia, sehingga Asamoni Giawa (utusan mereka) sempat nginap satu malam di Kuansing dan hari ini senin (16/6/2025) telah pulang ke alamat kebun yang di maksud dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).  


Seperti diketahui, Perambahan dan penguasaan lahan kawasan HPT Ini merupakan tamparan keras bagi wajah penegakan hukum di Indonesia, apalagi saat ini presiden Prabowo Subianto tengah gencar dan membentuk satgas penertiban kebun dalam kawasan hutan melalui kementerian Kehutanan dan lingkungan hidup (KLHK).


Satgas tersebut dibentuk untuk mempercepat penanganan dugaan korupsi tata kelola sawit periode 2005-2024 di KLHK yang diusut Kejaksaan Agung. “Akan ada regulasi turunan yang mengaturnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar pada Senin, 27 Januari 2025.


Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan bertugas sebagai ketua pelaksana dalam satgas tersebut. Sementara Jaksa Agung menjabat sebagai wakil ketua pengarah satgas. Perpres itu spesifik mengatur penerapan Pasal 110A dan Pasal 110B UU Cipta Tenaga Kerja yang mengatur sanksi administratif dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif.


Reporter : Athia